Thursday 10 January 2013

Dosen Imut


Pak Mawardi
Pengantar Ilmu Komunikasi merupakan mata kuliah yang pertama kali mempertemukanku dengan sosok berwibawa itu. Ia memperkenalkanku pada ilmu yang sesungguhnya merupakan kunci untuk menaklukkan dunia. Ia tak pernah menghabiskan seluruh jam pelajaran dengan membahas banyak hal. Selalu saja disisakannya kira-kira lima belas menit terakhir untuk menyudahi mata kuliah, apalagi jika seisi kelas telah menunjukkan gelagat tak lagi bisa menerima materi.

Begitulah, menurutnya orang komunikasi harus mengerti mulai dari bahasa lisan sampai ke bahasa tubuh lawan bicaranya. Ia tak mungkin melanjutkan, jika mahasiswa tak lagi bisa mencerna apa yang ia jelaskan. Karena itulah, ia lebih suka menerangkan inti pembahasan diawal pertemuan, kemudian mengulasnya sampai mahasiswa benar-benar mengerti.

“Lebih baik sedikit tapi mahasiswa menguasai, daripada banyak tapi tak ada yang mengerti,” katanya.

Tiap kali masuk kelas pada pertemuan berikutnya, ia selalu mengajukan pertanyaan, mengulang kembali apa yang telah ia berikan pada pertemuan sebelumnya. Hal ini untuk memastikan bahwa mahasiswa telah benar-benar mengerti, sekaligus mendesak mahasiswa untuk kembali mengulang pelajarannya di rumah.

Terkadang ia terlihat begitu menyeramkan, karena ketika mengajar ia tak ingin ada aktivitas lain selain memperhatikan. Ia pernah dengan tegas menegur seorang teman yang mengobrol ketika ia menjelaskan, membuat seisi kelas ikut terkena imbasnya.

Meskipun begitu, bagiku ada kharisma tersendiri yang terpancar dari sorot mata dan senyum manisnya. Seringkali ia berhenti di tempat tongkronganku bersama teman-teman, hanya untuk sekedar menyapa, atau iseng-iseng menyembunyikan salah satu sepatu temanku. Terkadang pula ia memberikan informasi serta pengarahan, tanpa diminta sekalipun. 

Kutaksir umurnya sekitar enam puluh tahunan, terlihat dari rambut hitamnya yang mulai menguban. Tubuhnya tidak tinggi tegap dan berisi. Menurutku, ia imut-imut. Bukan hanya karena postur tubuhnya yang mungil. Keimutannya terlihat ketika ia mulai jahil. Dan itulah yang aku suka.

Pak Mawardi, ketika pertama kali kulihat namanya sebagai pembimbing akademikku, aku senang bukan kepalang. Ia memang sudah begitu melekat di hati mahasiswa. Sudah seperti bapak yang mengayomi anak-anaknya. Pertemuan dengannya dalam ruang kuliah kunikmati sampai semester lima, cukup lama. Membuat kerinduan kadang kala muncul saat mengingat proses belajar mengajar dengannya.

Pak Mawardi adalah dosen imut versiku. Aku rasa, masih ada banyak dosen imut lainnya di STISIPOL Candradimuka. Asalkan mau sedikit lebih membuka mata dan hati kita, maka dosen-dosen akan terlihat “imut” sesuai dengan karakter dan ilmu yang diberikannya.

*Diterbitkan dalam buku Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka

0 comments on "Dosen Imut"

Post a Comment

 

Annisa Ramadona :) Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal