Monday 14 April 2014

Opening Scene Novel Imagine Him

0 comments

Penulis: Annisa Ramadona
Penerbit: Berlian (Diva Press)
ISBN: 978-602-7968-47-9
Tebal: 266 Halaman
Terbit: Cetakan 1, April 2014
Harga: Rp. 40.000,-

Episode 1

Riris menyeruput es jeruknya. Ia memandang sekeliling, kemudian sibuk kembali dengan mangkuk bakso di hadapannya. Kantin sedang ramai karena bel istirahat yang baru saja meraung seolah menyihir para siswa untuk mengisi perutnya secara massal. Alhasil, jam-jam seperti ini ruang penuh aroma makanan itu seakan tak pernah terasa lapang.
“Riris, kan?”
Riris menoleh cepat saat namanya disebut.
“Kamu Riris, kan?”
Pemilik suara yang tiba-tiba telah ada di depannya itu menunggu kepastian. Riris menengadah, ditelitinya cowok itu. Hanya sesaat, kemudian ia kembali menekuni jajanannya.
“Kamu nggak berubah, Ris.” Cowok itu menarik kursi, kemudian duduk sambil terus menatap Riris. “Tetep cuek… tapi manis,” sambungnya.
Riris mengernyitkan dahi, menelisik wajah makhluk berjakun di hadapannya. Riris merasa tak kenal, meskipun sepersekian detik yang lalu ia telah memutar memori demi mengingat-ingat mungkin saja cowok keren itu berasal dari masa lalunya.
“Tapi cueknya kamu itu kebangetan, Ris. Inget nggak waktu temen-temen SMP jodohin kita? Kamu tetep aja bolak-balik lewat kelasku, padahal aku setengah mati menahan malu, mati kutu di hadapanmu.”
Cowok itu tersenyum. Riris menatapnya dalam-dalam. Ia benar-benar merasa tak mengenali lawan bicaranya itu.
“Kamu beneran nggak inget? Aku Saga, Ris.”
Lagi-lagi cowok itu tersenyum. Kali ini sambil mengulurkan tangannya. Riris bergeming. Ia mencoba menyembunyikan tanda tanya yang mulai bermunculan di benaknya.  
            “Sagara Putra!”
Cowok itu mempertegas suaranya. Riris ragu, namun disambutnya juga uluran tangan cowok yang mengaku sebagai Sagara itu. Nafasnya tertahan, degub jantungnya berdetak tak keruan.
Bayangan Saga waktu SMP dulu menyeruak di benaknya. Cowok yang ada di hadapannya, dulu tak sekeren ini. Badannya gempal, tampak culun dan benar-benar polos. Sekarang tubuh gempalnya itu berubah proporsional, tampang culun dan polosnya jadi sekeren Tetsuya Fujiwara. Yang tak berubah hanya satu, gaya berpakaian cowok paling tajir di SMP-nya dulu itu masih sama, masih suka mengenakan barang-barang merek ternama.
“Aku siswa baru di sini, pindahan dari Bandung.” Saga memerhatikan Riris yang membeku.
“Sori, aku jadi pangling.” Riris tersenyum kecut. Ia masih sangsi terhadap sosok keren Saga. Pasti tak akan ada yang percaya bahwa empat tahun lalu Riris menolak cinta cowok ini mentah-mentah, sehari sebelum Saga akhirnya pindah sekolah.
“Wajar kalo kamu nggak inget aku, Ris. Sudah terlalu lama, sudah banyak juga orang yang lalu-lalang dalam hidupmu. Lagian, nggak ada alasan yang mengharuskan kamu untuk selalu inget aku, kok.” Saga tersenyum lagi, Riris tak enak hati.
“Aku cuma nggak kenal kamu yang sekarang. Kamu beda, itu aja,” jelas Riris datar. Ia menyeruput es jeruknya lagi. Keduanya terdiam. Hanyut dalam pikiran masing-masing.
“Hmm…” Saga membuka suara, “Kalo boleh tau, kenapa dulu kamu tolak aku, Ris?” lanjutnya sambil menatap sejurus pada Riris. Pertanyaan itu membuat Riris nyaris tersedak.
“Kamu aneh, itu jaman cinta monyet, tahu.”
Riris menyeruput es jeruknya sampai tetes penghabisan. Ia ingin segera menyudahi pembicaraan yang membuatnya mulai merasa tak nyaman. Tapi Saga masih mencoba menahannya, menunggu jawaban.
“Waktu itu kamu belum kenal aku, belum tau, dan belum ngerti gimana aku,” kata Riris akhirnya. Saga menatap Riris lekat-lekat.
“Jadi, cuma karena itu?” 
Riris mengangguk. Ia lalu bangkit dari duduknya sambil melangkah menjauh.
Kantin masih belum juga sepi. Suara tawa dari gerombolan siswa berbaur dengan teriakan-teriakan kelaparan yang memesan jajanan. Ditambah lagi sebagian siswa yang tak kebagian kursi, dengan setengah tak sabar mereka menunggui siswa lain yang beranjak pergi.
“AKU JANJI, RIS!”
Riris terhenti. Teriakan Saga membuat seisi kantin menatapnya. Saga berdiri, kemudian melanjutkan kalimatnya dengan volume yang lebih lantang lagi.
“AKU JANJI SUATU SAAT AKU AKAN JADI ORANG YANG PALING TAHU TENTANG KAMU. AKU AKAN JADI ORANG YANG PALING NGERTIIN KAMU. DAN KALAU SAAT ITU TIBA, KAMU NGGAK AKAN PUNYA ALASAN LAGI BUAT NOLAK AKU!”
Wajah Riris memerah. Ia tahu suara Saga menggema di setiap sudut kantin. Dan ia pun tahu, seisi kantin menatapnya tanpa kedipan sekali pun. Riris mempercepat langkah. Ditinggalkannya Saga di situ, tanpa peduli cowok keren itu terus menatapnya yang mulai berlalu.

***
           
Kelas mendadak heboh ketika Saga melangkah masuk. Cewek-cewek centil mulai menyapa dan tebar-tebar pesona, sedangkan cewek-cewek kalem hanya mencuri-curi pandang sambil berdoa, berharap Saga menyapa mereka.
            Di pojok kelas, Riris mendengus kesal. Bagaimana bisa cowok ini tiba-tiba pindah ke kelasnya? Yang ia dengar dari teman-teman yang gempar akan aksi Saga di kantin tadi, seharusnya Saga masuk kelas A, bukan kelas B di mana Riris berada. Apa karena kaya, maka Saga bisa pindah-pindah kelas sesuka hatinya?
Saga melayangkan pandangan ke penjuru kelas. Riris merasa ingin menghilang agar tak bisa ditemukan. Sayang, cowok itu telah lebih dulu menangkap sosok Riris yang mulai mengalihkan pandangan ketika Saga berjalan mendekat. Desas-desus mengenai kejadian di kantin tadi terdengar lagi dari bibir-bibir centil yang memandangi Riris dengan perasaan iri.
 “Kosong, kan?” Saga meletakkan tasnya di atas meja, tepat bersebelahan dengan Riris. Itu memang satu-satunya tempat kosong yang tersisa karena penghuninya sebulan lalu pindah sekolah ke Jakarta. Riris tak bisa berkata-kata. Ia tak punya wewenang untuk mengusir Saga dari tempatnya berdiri sekarang.
 “Dengan begini, kamu nggak bisa lari lagi.” Saga menarik kursi, menatap Riris sambil tersenyum penuh arti.

***

Riris mondar-mandir di sudut kanan lapangan olahraga. Papan panjat dinding berukuran enam meter menjulang ke angkasa. Hari ini jadwal climbing. Karena itulah meskipun bel pulang telah berbunyi sejak tadi, Riris masih saja sibuk bersama anggota Edelweiss, kelompok pecinta alam di sekolahnya.
            Riris memerhatikan Zaky. Senior sekaligus pelatih wall climbing Edelweiss itu mulai menjejakkan kakinya pada point demi point. Sesekali ia mengusap magnesium pada telapak tangannya yang mulai berkeringat.
            “Aku daftar jadi anggota Edelweiss, Ris!”
Tiba-tiba sebuah suara menyentak perhatian Riris. Ia mengalihkan pandangan dari Zaky. Saga sudah ada di sampingnya sambil mengibaskan selembar formulir pendaftaran calon anggota.
“Sudah terlalu jauh aku tertinggal, aku akan menapaki jejak di semua jalan yang kamu lalui, Ris.” Saga setengah berbisik, kemudian tersenyum.
Riris tak ingin menanggapi. Diambilnya formulir dari tangan Saga, lalu pandangannya beralih pada Zaky yang kini mulai melepaskan harness dari tubuhnya. Riris dan Zaky bertemu pandang, cukup lama.
“Aku mau latihan, Ga. Kalo kamu masih mau di sini, silakan! Tentang jadi anggota, aku harap kamu sudah baca baik-baik syaratnya. Yang jelas, kami nggak nerima anak mami!” Riris tersenyum sinis, ditatapnya Saga sesaat.
“Nggak usah kuatir, Ris! Walaupun anak mami, gini-gini aku ini lelaki!” Saga mencondongkan mukanya tepat di hadapan Riris, mengamati cewek itu dalam jarak lima senti. Riris salah tingkah, buru-buru ia melangkahkan kaki meninggalkan Saga yang lagi-lagi terus menatapnya lekat-lekat.

***

Sinopsis Imagine Him di sini!

Thursday 3 April 2014

Novel Imagine Him ~ Telah Terbit!

2 comments
Novel Imagine Him
Penulis: Annisa Ramadona
Penerbit: Berlian (Diva Press)
ISBN: 978-602-7968-47-9
Tebal: 266 Halaman
Terbit: Cetakan 1, April 2014
Harga: Rp. 40.000,-

"Bahagia... bahagia... bahagia...." gumam Riris seraya memejamkan mata. Itulah yang selalu gadis itu lakukan bila ia merasa lelah dengan masalah yang mendera hidupnya. Itu adalah mantra bahagia. Zaky-lah yang memberikan mantra bahagia itu kepadanya.

Perasaan Riris terguncang saat mengetahui cowok yang selalu berada di sisinya itu harus pergi ke Jepang karena mendapatkan beasiswa. Di sisi lain, ia tak menyangka bahwa Saga, cowok yang pernah ia tolak empat tahun lalu, kini satu kelas dengannya. Mengetahui Riris anggota pecinta alam Edelweiss, Saga berniat ikut Diksar agar dekat dengan gadis itu.

Riris resah tak tahu bagaimana bertahan di tengah masalah adiknya-Bianca, yang depresi setelah kepergian sang ayah, tanpa kehadiran Zaky di sisinya. Tapi Zaky meyakinkannya bahwa Riris akan menemukan mantra bahagianya yang lain.
 

Annisa Ramadona :) Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal