Saturday, 1 December 2012

*SEMUA TENTANG DILARANG STOP!*

Flash Fiction
"DILARANG STOP!"
Oleh: Annisa Ramadona dan Dian Lesmana Putra

Bapak tergeletak di lantai. Tubuh rentanya bersimbah darah. Ia bukan di kamar tidurnya, entah bagaimana bajingan-bajingan itu menyeret Bapak sampai ke kamar kosong yang tak pernah kami gunakan. Entah ke mana larinya hati nurani mereka. Tega-teganya menghabisi Bapak yang tengah berjuang melawan penyakitnya.

Masih kuingat pagi sebelum kejadian itu. Keadaan Bapak jauh lebih baik dari hari-hari sebelumnya. Setelah sekian lama ia menghabiskan waktu dengan lebih banyak terbaring tanpa daya di ranjang tuanya yang kerap berderit ketika aku ikut duduk untuk menyuapinya makan. Pagi itu ia terlihat sehat, namun matanya yang nanar seolah mengisyaratkan kematian.

“Semua ini Allah yang mengatur, Krom. Kapan kita sehat, kapan kita sakit, dan kapan kita mati,” ucapnya lirih, kemudian menatapku dalam-dalam. Kasih sayangnya makin kental terasa saat kucium tangan keriput yang dulu gagah mencari nafkah.

Sepanjang siang di lampu merah kulewati dengan perasaan tak tenang. Kata-kata Bapak terus teringang. Raut wajah Bapak terus membayang. Hatiku gusar bukan kepalang. Kubiarkan saja sisa koran terhempas ke jalanan. Yang kuinginkan hanya pulang.

Dan kenyataan pahit itulah yang terpampang di hadapanku. Menurut penuturan Mas Tarjo, pedagang rokok di depan rumah sekaligus saksi mata kebiadaban itu, Bapak menjadi pelampiasan amukan preman pesuruh Heru. Bandar narkoba itu mengutus anak buahnya untuk menagih utang pada Dirga. Sahabat yang kutampung beberapa hari lalu.

Ini adalah kali pertama aku menyesali takdir hidupku. Aku menyesal karena bertemu Dirga saat ia mengamen di lampu merah tempo hari. Aku menyesal karena menanyakan kabar dan tempat tinggalnya. Aku menyesal menawarkan ia tempat berteduh yang sama, seatap dengan aku dan Bapak. Dan yang paling kusesali adalah kepercayaanku menitipkan Bapak kepadanya. Yang kini membuat Bapak tak bernyawa, sedangkan Dirga menghilang entah ke mana.

“Krom… Please. Tidak ada gunanya hidup pesimis, kamu harus bangkit!” Adin berusaha menyemangati ketika kuceritakan apa yang terjadi. Kuutarakan semua yang kurasakan. Kukatakan bahwa aku tak ingin lagi melanjutkan kehidupan.

Lampu merah di Jalan Merdeka beberapa bulan yang lalu mempertemukanku dengan Adin. Pandangannya menerawang jauh. Ia mengendarai motor mewahnya seakan tanpa arah. Aku jelas bisa melihat beban berat yang tengah dipikulnya.

“Orangtuaku broken home. Sejak itu aku jadi malas kuliah, bahkan sempat terpikir untuk pergi dari rumah, Krom,” ucapnya tanpa semangat sama sekali. Walaupun baru bertemu, entah mengapa begitu cepat kami merasa dekat. Mungkin karena Adin tak mempermasalahkan perbedaan miskin dan kaya yang begitu nyata terlihat di antara kami berdua.

Dengan penuh rasa optimis, kuminta Adin meneruskan hidupnya. Sebagai orang kaya, ia memiliki modal untuk meraih cita-cita. Masa depan yang cerah sudah menantinya asalkan ia tak berhenti melangkah hanya karena orangtuanya berpisah.

“Daripada mengingat masalah-masalah yang tak ada habisnya, lebih baik sekarang kamu gunakan modal yang ada untuk masa depanmu yang lebih baik,” nasehatku padanya kala itu. Dan kini ia membalik nasehat itu padaku.

“Kamu tahu, Krom? Dulu aku begitu pesimis. Tapi sejak aku bertemu seorang penjual koran di lampu merah, ia mengajarkanku untuk terus optimis. Ia memotivasiku untuk maju. Penjual koran bernama Ikrom itu mampu merubahku 180 derajat. Dan kini aku berharap kamu pun bisa optimis serta menanggapi musibah ini dengan positif, seperti kata-katamu dulu.”

Kalimat demi kalimat Adin menusuk hatiku. Kata-kata itu membangunkanku dari kesedihan berkepanjangan atas kematian Bapak serta meredam dendam pada Dirga. Aku tiba-tiba merasa malu karena sempat menyesali takdir Tuhan.

Bapak, aku telah memutuskan untuk terus melangkah. Aku yakin Tuhan punya rencana lain di ujung jalan itu. Aku tidak akan bisa melupakan perihnya kehilanganmu. Tapi aku tak mau diam meratapi kesedihan. Aku akan bergerak, menorehkan prestasi yang membanggakan. Akan kuganti sakitmu dengan senyuman.

(Dilarang Stop! November 2012, Penerbit: 27 Aksara)

Film Indie KOMASIP-Dilarang STOP!



Kru dan Artis Dilarang Stop!
Penghuni kampus STISIPOL Candradimuka tentu saja tak asing lagi ketika mendengar "DILARANG STOP!". Film indie garapan KOMASIP (Komunitas Mahasiswa Seni dan Ilmu Pengetahuan) ini memang telah beberapa kali diputar dalam beragam kesempatan, meskipun sebenarnya yang tengah beredar saat ini baru sekedar versi trailer-nya saja.

Tahun 2010, Dian Lesmana Putra yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua KOMASIP membawa plot Dilarang Stop! ke hadapanku. Dengan antusias ia membeberkan keinginannya untuk kembali menggarap sebuah film indie (setelah sebelumnya ia dan teman-teman sukses dengan film Pejuang Hati). Melihat semangat yang begitu menggebu itulah akhirnya aku ikut menjerumuskan diri dalam skenario film Dilarang Stop!

Kurang lebih satu minggu lamanya, kami meluangkan waktu untuk berkolaborasi menuangkan ide dan menghentakkan tuts keyboard. Kopi setia menemani Bang Dian, sedangkan aku terkadang tidur di kursi saking tak tahan melawan kantuk. Ya, setiap malam seusai mengantarku dari kampus adalah jadwal rutin merampungkan skenario itu. Kadang pula kami menyisipkan waktu pengerjaannya di sela-sela urusan kuliah dan kerja.

Setelah skenario fix, barulah kami memikirkan judul yang akhirnya jatuh pada DILARANG STOP! Skenario kemudian di bawa untuk dibedah bersama teman-teman KOMASIP lainnya. Untuk casting pemain, Bang Dian menghubungi Kak Harry (Kru TVRI), Mbak Ayi (Kru TVRI), Kak Yuda (Kru Sriwijaya TV), dan Kak Alil (Kru Sriwijaya TV).


Reki dan Kak Fitri diajari oleh Kak Harry dan Kak Alil

Kak Fitri dan Bang Ijal Memerankan Adin dan Lita

Terpilihlah pemeran utama film itu. Reky sebagai Ikrom, Erry sebagai Dirga, dan Inuh sebagai Adin. Hari-hari setelahnya kami lalui dengan latihan demi latihan.

Namun, di tengah keasyikan proses pendalaman karakter itu, terjadilah masalah internal organisasi yang akhirnya memorak-porandakan jadwal yang telah tersusun dengan matang. Film Dilarang Stop! terpaksa mati suri. Mengapa kukatakan mati suri? Karena Aku dan Bang Dian bertekad, DILARANG STOP! tidak akan berhenti sampai di sini.

Setelah tenggelam dalam waktu yang cukup lama, regenerasi anggota akhirnya menggelitik DILARANG STOP! untuk kembali bangkit. Ya, kami kemudian memutuskan untuk membawa skenario itu ke hadapan anggota baru KOMASIP. Melalui casting sederhana, didapatlah Revis sebagai Ikrom, Slamet sebagai Dirga, dan Karta sebagai Adin. Semangat dari anggota baru inilah yang lalu mengibarkan kembali bendera produksi DILARANG STOP! Meskipun dengan pemain, kru, serta perlengkapan seadanya, kami bertekad untuk menggarap film ini dengan sepenuh hati. 

Aku masih ingat, demi film ini PMSB harus tutup jam empat. Aku dan Bang Dian langsung meluncur ke Plaju, ke sebuah rumah panggung yang kami pinjam melalui Revis. Aku, Bang Dian, Revis, Karta, Slamet, Aladin, dan Putra-lah yang men-setting rumah itu hingga menjadi rumah Ikrom. Dengan handycam pinjaman, lighting seadanya (terkadang menggunakan sapu), make up dan wardrobe pribadi, juga kalau terpaksa, kadang piguran kami ambil dari sekitar lokasi. Semua kekurangan itu kami nikmati dengan senang hati.

Rumah Ikrom
Seksi Sibuk
Lightingnya pake gagang sapu ^^
Artisnya merangkap Make Up Artis

Puasa Ramadhan bahkan tidak mengurangi semangat kami dalam menyelesaikan shooting. Di lampu merah Merdeka kami rela berpanas-panas ria untuk take adegan jualan koran dan mengamen. Pengalaman diberi uang setelah menyanyi, dikira Tukang Koran asli, juga diberi Roti oleh pengguna kendaraan roda empat malah makin menyulut semangat kami untuk melawan matahari Ramadhan yang terus menggoda untuk membatalkan puasa.

Shooting di Lampu Merah

Buka Bareng sekalian Shooting Adegan Curhat Ikrom-Adin

Di Benteng Kuto Besak, kami kebut-kebutan take dangan TOA Masjid yang ketika menjelang magrib akan dengan nyaringnya menyuarakan ayat-ayat Alquran. Mengejar waktu berbuka, mogok di jalan, serta kehilangan rombongan juga pernah kami lalui. Semua itu justru mempermanis proses produksi film ini.

Bagiku --bagi kami yang berjerih payah dalam film ini-- "DILARANG STOP!" menempati sebuah posisi penting di hati. Meskipun lagi-lagi masalah internal organisasi memaksa DILARANG STOP! untuk berhenti berproduksi, selalu terlintas keinginan untuk melanjutkan film ini.

Karena itulah kemudian bersama 27 Aksara, film ini dibukukan. Ya, aku dan Bang Dian mengalihkan skenario film ini menjadi sepotong cerita mini. Melalui audisi naskah DILARANG STOP! yang diselenggarakan 27 Aksara, didapatlah 50 cerita yang semuanya bertema DILARANG STOP!

Cover Buku Dilarang STOP!

Jangan Menyerah! Begitulah para penulis buku ini mengisyaratkan pada pembacanya. Begitu banyak keadaan yang terkadang membuat putus asa, menyerah-kalah. Padahal sesungguhnya selalu ada cara untuk bangkit, menyelesaikan masalah.


Jika kita terus berjalan, kita tak akan tenggelam dalam kegelapan. Di ujung jalan pasti ada cahaya yang akan membimbing kita untuk mereguk keberhasilan, mengalahkan keterpurukan. Jangan pesimis, sekeras apa pun kehidupan ini sesungguhnya akan terasa manis jika kita hadapi dengan penuh optimis.

Begitupun aku berharap pada film indie yang tinggal 30 persen lagi penggarapannya ini. Tak ada kata BERHENTI. Suatu saat --meski sekarang aku tak di KOMASIP lagi-- film DILARANG STOP! akan kembali diproduksi. ^^

Bang Dian (Sutradara) & Aku (Astrada) :D

Sinopsis Film
"DILARANG STOP !"

Perjalanan hidup pemuda usia 22 tahun, Ikrom. Ibu sudah meninggal, sedangkan Bapak sakit-sakitan. Ia berasal dari keluarga miskin, namun bercita-cita menjadi wartawan. Ikrom yang selalu optimis, senang memotivasi orang lain. Tapi suatu ketika, ia mendapat musibah yaitu Bapaknya dibunuh oleh segerombolan preman yang salah sangka. Dirga 21 tahun, berteman dengan Heru si Bandar Narkoba yang suka mabuk. Dirga terpengaruh hingga ikut-ikutan memakai narkoba. Saat menumpang tinggal di rumah Ikrom, Dirga yang telah terlilit utang dan menjadi buronan Heru cs ditemukan di sana. Heru cs mengira bahwa Bapak adalah orang yang menyelamatkan dirga dari buron, karenanya langsung mereka habisi. Kejadian itu diketahui oleh ikrom setelah Sang Bapak tidak bernyawa lagi. Sejak itu hidupnya jadi pesimis, namun hal itu tidak berlangsung lama. Setelah bertemu dengan Adin 21 tahun, temannya sendiri, Ikrom curhat pada Adin. Sebagai sahabat, Adin tidak mau melihat Ikrom pesimis. Ia memberi semangat, dukungan dan motivasi agar Ikrom bangkit dari keterpurukan itu. Tanpa permintaan Ikrom, Adin meminta Ikrom agar kuliah demi menggapai cita-citanya. Ikrom tidak bisa menolak tawaran itu. Akhirnya Ikrom benar-benar mencapai cita-citanya tersebut.

Aku dan Ikrom
Pemeran Utama:
  • Ikrom : usia 22 tahun, tinggi 168cm, kulit putih, kalem, lahir dari keluarga miskin, suka memotivasi orang lain, patuh kepada orang tua, bertanggung jawab, murah senyum, bekerja sebagai penjual Koran.
  • Dirga : usia 21 tahun, tinggi 160cm, hitam, muka kriminal, pesimis, bekerja sebagai pengamen.
  • Adin : usia 24 tahun, tinggi 167cm, kulit putih, rambut pendek, pesimis, termotivasi oleh Ikrom, mahasiswa, anak orang kaya.
  • Lita : usia 20 tahun, tinggi 160cm, kulit kuning langsat, adiknya Adin, manja.
  • Bapak : usia 50 tahun, tinggi 160cm, kulit hitam, orangtuanya Ikrom, sakit-sakitan.

0 comments on "*SEMUA TENTANG DILARANG STOP!*"

Post a Comment

 

Annisa Ramadona :) Copyright © 2009 Paper Girl is Designed by Ipietoon Sponsored by Online Business Journal