Buku Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka memang kupersembahkan sebagai wujud nyata dari LOYALITAS-ku pada organisasi yang kuikuti sejak akhir 2009 lalu. Ya, KOMASIP. Berkali-kali disodori kalimat "Jangan tanya apa yang KOMASIP berikan padamu. Tapi tanyakan, apa yang bisa kamu berikan pada KOMASIP" membuatku berpikir. Apa yang bisa aku dan teman-temanku berikan untuk organisasi ini? Apa yang bisa membuat aku dan teman-temanku dianggap berarti?
"Mengapa hanya Hari Kartini yang kita peringati? Padahal banyak Pahlawan wanita lainnya yang juga berjasa. Jawabannya hanya satu; Karena Kartini Menulis!" Sepenggal status teman FB dari dunia literasi maya seakan menyentak hatiku. Ya, mengapa tidak menulis dan menerbitkan sebuah buku? Toh, sejak akhir 2011 aku mulai mengakrabi dunia tulis menulis itu?
Akhirnya kubicarakan niatku pada Bang Dian Lesmana Putra. Kukonsultasikan semua ideku padanya. Niatku hanya satu kala itu. Memberi kado pada KOMASIP yang kebetulan akan merayakan ulang tahunnya 9 Mei 2012.
"Ini surprise. Biar Pak Ferdy senang, biar teman-teman punya sesuatu yang bisa diberikan. Meskipun kecil dan mungkin tak begitu berarti, tapi inilah satu cara agar kita BERKARYA!" Aku begitu menggebu-gebu, mengutarakan apa yang ada di pikiranku. Bang Dian setuju, ia bersedia mendukungku.
Atas ACC darinyalah kemudian pada rapat KOMASIP yang digelar Karta dan Putra hari Kamis seusai kuliah, kuutarakan tentang penerbitan buku yang dalam benakku kelak akan diberi judul Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka. Kukatakan sebagaimana yang telah kurembukkan dengan Bang Dian. Kuyakinkan mereka bahwa inilah caranya, cara agar kami dianggap ADA.
Aku melihat antusiasme di wajah mereka. Setidaknya Karta, Putra, Any, Gufy, Siska, dan Ochy tertarik mencoba meskipun sesungguhnya bagi mereka ini adalah hal baru. Aku berjanji hari itu, jika mereka punya niat yang sama denganku, maka akan kuluangkan hari khusus untuk belajar menulis buku.
Alhamdulillah, mereka menyambut baik usulanku. Kami langsung mengatur jadwal belajar untuk hari Senin dan Selasa. Kukabari semua kontak KOMASIP yang nomornya tersimpan di handphone, kecuali Mbak Win dan Pak Ferdy.
Siang itu juga, setibanya di PMSB langsung kuhubungi Kak Didiek. Senior WWB-ku satu ini telah menerbitkan Novel Ganes di Rimba Ganas semasa aku SMA. Kemudian yang kutahu ia juga menerbitkan Jejak Sang Beruang Gunung Norman Edwin. Jaman DIKSAR dulu dia pula yang mengisi materi Jurnalistik Alam Bebas. Maka, jika ia bersedia, tentu teman-teman akan senang belajar menulis padanya.
Kuberanikan diri meminta, ternyata tanggapannya luar biasa. Kak Didiek merasa senang mengetahui bahwa masih ada anak muda yang tertarik untuk menulis cerita. Kak Didiek setuju meluangkan waktunya hari Selasa.
Belajar Menulis dengan Didiek Ganezh |
Setelah proses singkat belajar tentang menulis, aku melemparkan deadline pada teman-teman. Kalau bisa, aku ingin buku ini terbit tepat di hari ulang tahun KOMASIP, masih ada waktu satu bulan lebih. Kuedarkan contoh-contoh True Story yang kupelajari dari grup-grup menulis di FB. Kuberikan pada teman-teman agar mereka punya bayangan tentang apa yang akan dituliskan.
"Tuliskan apa pun yang kalian rasakan. Boleh tentang persahabatan, perkuliahan, atau apa saja yang pernah terjadi di Kampus kita." Begitulah kutanamkan pada mereka. Aku sengaja tak mengangkat tema yang berat. Juga sengaja meminta mereka menuliskan kisah nyata. Flash True Story akan lebih mudah dituliskan dibanding cerpen atau pun essay. Apalagi teman-teman mengaku belum punya pengalaman.
Dua minggu rupanya belum cukup, sembari menunggu naskah teman-teman masuk, aku menulis True Story-ku, juga mengedit naskah yang telah terkumpulkan. Setelah memprediksi total naskah yang ternyata hanya sedikit peminatnya, meskipun sudah ditambah dua orang lain diluar anggota KOMASIP. Akhirnya kuputuskan memperbanyak kisahku untuk menambah jumlah halaman. Begitu pun Bang Dian, kupaksa ia menceritakan banyak hal yang telah ia lalui di STISIPOL Candradimuka selama ini.
Setelah sedikit mengemis naskah, akhirnya semua terkumpulkan. Termasuk naskah setengah halaman yang kuterima via emal dari ketua KOMASIP, Inuh Afandi yang saat itu telah berbulan-bulan tak pulang menengok Sekretariat kami karena tengah mengurus urusannya di luar kota.
Aku bergelut dengan naskah-naskah, mengeditnya agar lebih layak untuk diterbitkan. Kuambil setidaknya waktu istirahat siang dan jatah tidur malam demi mengejar target terbit. BULAN MEI, ULTAH KOMASIP.
Di sela-sela kuliah, mengurus PMSB, dan kepentingan rumah, belum lagi ditambah rapat-rapat KOMASIP lain yang tidak bersinggungan dengan kepenulisan, kuurus proses penerbitan bersama Bang Dian. Semuanya, termasuk urusan percetakan. Aku berani bilang, tak sedikit pun kupinta uang pada teman-temanku dalam proses pembuatan buku ini.
Alhamdulillah, meski tidak tepat tanggal sembilan. Bulan Mei buku sudah bisa dinikmati, meskipun terbit indie. Buku itu tak kunamakan penulisnya atas namaku. Nama KOMASIP terukir sebagai penulis buku "Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka".
Sore itu dengan membawa 2 eksemplar Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka, Bang Dian mengajakku menemui Pak Ferdy. Surprise itu ia terima dengan wajah tak percaya. Setelah membaca dan menanyakan sedikit ini itu, ia pamit pergi dengan satu eksemplar "Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka" di tangannya. Karta dan Any yang waktu itu ikut menyaksikan, langsung menyambut dengan gembira. Ya, inilah karya kita!
Sayangnya, karena kupikir PMSB bisa mencetak kapan saja, maka buku itu belum digandakan. Niatnya, ingin menunggu ACC Pak Ferdy. Melalui Bang Dian, Beliau juga mengatakan sebelum di cetak massal, ia ingin ada kata pengantar dari Ibu Ketua, serta testimoni dari dosen dan mahasiswa. Untuk pengantar, Pak Ferdy menyanggupi untuk memintanya sendiri, sementara aku dan Bang Dian bergerilya menemui dosen dan mahasiswa.
Tugasku telah usai. Testimoni sudah kukantongi, tapi pengantar yang ditunggu tak juga datang padaku. Memang, setelah buku terbit, Inuh muncul dan mengambil alih buku itu untuk diantar ke hadapan Ibu Ketua. Tapi sampai saat ini, entah karena faktor apa, ketika pernah kuminta pun pengantar itu tak kunjung tiba.
Tak apa jika buku hanya tercetak tujuh eksemplar saja. Tak apa jika karya ini pun akhirnya dianggap tak nyata. Tapi yang kutahu, aku dan teman-temanku mempersembahkan ini bukan tanpa perjuangan sama sekali. Yang kutahu, buku ini pun dipersembahkan setulus hati.
Meskipun kini aku dikeluarkan dari KOMASIP (yang setelah kudengar kronologisnya dari Siska) aku menyimpulkan tiga alasan mengapa aku dikeluarkan:
1. Tidak Datang Rapat (Hari itu aku sakit, tak keluar sama sekali setelah kemarinnya dilarikan ke dokter karena infeksi usus, aku sms Karta bahwa aku sakit tapi menurut Siska tak ada konfirmasi selain dari Ochy).
2. Dianggap 'Ngeringami' (Untuk hal ini aku tahu sejak dulu ada oknum-oknum yang tidak menyukaiku. Ok, kuakui aku sering kontra pada "Mereka". Sering mengutarakan idealismeku yang tak sejalan dan tak segan bilang TIDAK jika nuraniku memang mengatakan Tidak).
3. Dianggap tidak ada kontribusi (Setidaknya aku masih bisa ingat program-program di mana aku pernah mengeluarkan keringat. Liputan Komunitas untuk CTV, Bujang-Gadis untuk Sriwijaya TV, Lenggang Palembang untuk TVRI, Pelatihan Skenario, Pelatihan Travel Writer, Film Dilarang STOP, Buku Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka, Editing foto, Editing Video, Mading dengan bahan/uang sendiri, Input data Perpustakaan, Jualan Teh Botol, dan sebagainya. Jika itu semua bukan kontribusi, oke tak apa).
Tapi paling tidak aku dan teman-teman telah berusaha. Buku Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka adalah saksinya. Bahwa kami telah berkarya, telah menuliskan cinta yang sesungguhnya. Cinta yang tidak sebatas di bibir saja. Lewat tulisan, Kartini dikenang. Lewat tulisan pula (cinta) kami diabadikan. (dn)
Aku, Kamu, Kita, dan Candradimuka bersama Gol A Gong |
2 comments on "Bukan Tanpa Perjuangan"
Saya tertarik membaca tulisan ini. Kamu bisa datang menemui saya di ruangan sekjur komunikasi sambil membawa buku ini untuk saya baca? Saya akan bantu menerbitkannya atas nama STISIPOL Candradimuka kalau saya anggap memang layak untuk diterbitkan. :)Kita lihat dan diskusikan bersama...
Wah, ini curhatan lama, Bu. Biarlah berlalu aja... :)
Mungkin waktu itu belum 'mateng' juga. Enakan bikin event baru, Bu. Nisa yakin, ada banyak temen-temen STISIPOL C yang sebenernya suka nulis tapi gak tau harus menyalurkannya. Buktinya, setelah event Gol A Gong, beberapa orang masih ada yang ikut proyek nulis/lomba kalo Nisa share infonya :)
Post a Comment