Setiap pagi Ica memasang tampang cemberut sambil sesekali menendangi kerikil-kerikil kecil yang ia lalui sepanjang jalan. Ia terus menggerutu di belakang Ayah yang mendorong gerobak tekwan dengan penuh perjuangan. Ica sengaja melangkah pelan-pelan agar ia dan Ayah tak berjalan berdampingan.
Sejujurnya Ica tak ingin pergi ke sekolah bersama Ayah. Ia sudah SMP sekarang, sudah bisa menyeberang jalan sendiri, sudah bisa membedakan mana orang baik, mana penculik. Ica sudah besar. Malu rasanya jika pergi sekolah masih diantar Ayah. Terlebih lagi, Ayah bukan seperti ayah teman-teman yang mengantar anaknya dengan motor dan mobil pribadi. Ayah dan Ica hanya jalan kaki, beriring-iringan dengan gerobak bertuliskan “Alhamdulillah”.
“Perhatikan guru, jangan banyak main,” ucap Ayah ketika mereka akhirnya tiba di depan sekolah. Ica mengangguk, cepat-cepat menyalami Ayah. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa ayahnya hanya seorang tukang tekwan keliling.
Sejujurnya Ica tak ingin pergi ke sekolah bersama Ayah. Ia sudah SMP sekarang, sudah bisa menyeberang jalan sendiri, sudah bisa membedakan mana orang baik, mana penculik. Ica sudah besar. Malu rasanya jika pergi sekolah masih diantar Ayah. Terlebih lagi, Ayah bukan seperti ayah teman-teman yang mengantar anaknya dengan motor dan mobil pribadi. Ayah dan Ica hanya jalan kaki, beriring-iringan dengan gerobak bertuliskan “Alhamdulillah”.
“Perhatikan guru, jangan banyak main,” ucap Ayah ketika mereka akhirnya tiba di depan sekolah. Ica mengangguk, cepat-cepat menyalami Ayah. Ia tak ingin ada yang tahu bahwa ayahnya hanya seorang tukang tekwan keliling.
Cover Antologi Aku Melawan Korupsi |
Tiga paragraf pertama di atas adalah potongan cerita anak yang kuikutsertakan dalam lomba cerita hari anak nasional 2012 oleh Writing Revolution. Alhamdulillah, dari 300-an naskah peserta, Gerobak Alhamdulillah bisa jadi juara 2. Nanti buku antologi ini akan didistribusikan di seluruh toko buku nasional. :)
0 comments on "Gerobak Alhamdulillah~Aku Melawan Korupsi"
Post a Comment